Belakangan ini dunia digemparkan oleh permasalahan gelombang panas ekstrem atau heat wave yang menyerang negara-negara besar. Kondisi terik dramatis ini menyergap sebagian besar pesisir Pasifik. Amerika Serikat, Kanada, bahkan Rusia tidak dapat lari dari problematika nyata ini. Dilansir dari Deutsche Welle (dw.com), gelombang panas menyebabkan kebakaran hutan di Kanada yang kerap menyebar dan meluas tanpa ampun. Bahkan, dua hari terakhir (5/7) terjadi sekitar 50 kebakaran hutan serempak. Sedangkan di Amerika Serikat, National Weather Service (NWS) menyatakan bahwa rekor tertinggi jatuh kepada Las Vegas yang mencapai suhu 117 Fahrenheit (47 derajat Celcius). Bencana ini menewaskan ribuan orang dan puluhan ribu hewan laut yang terebus hidup-hidup akibat paparan panas.
Penyebab utama dari gelombang panas ini tidak lain adalah pemanasan global atau global warming. Badan Meteorologi Dunia mengemukakan laporan terkait hipotesa kenaikan suhu 40 persen bagian bumi sebanyak 1,5 derajat Celcius pada tahun 2025. Laporan ini menjadi concern utama dan akan dibahas lebih lanjut pada United Nation Framework Convention on Climate Change – Conference of the Parties Ke-26 (NFCCC – COP 26) di Glasgow, November nanti. Perwakilan dari Indonesia sempat menyatakan kesediaan untuk ikut serta dalam NFCCC – COP 26 nanti.
Dilansir dari timesindonesia.co.id, Dr. Eko Prasetyo Kuncoro, S.T., DEA, dosen Teknik Lingkungan Universitas Airlangga, mengatakan bahwa pemanasan global berujung pada perubahan iklim yang drastis. Perubahan iklim inilah yang menginisiasi kemunculan bencana alam seperti banjir, badai, La Nina, dan tentunya gelombang panas (heat wave) ini. Menurut Dr. Eko, penyebab utama dari pemanasan global adalah emisi karbondioksida (CO2). “Emisi ini dihasilkan dari kegiatan manusia dan alam, misalnya penggunaan energi yang tidak ramah lingkungan seperti fosil,” ungkap beliau ketika diwawancarai oleh pihak Times Indonesia pada Selasa (15/6) lalu. Bukan hal yang mustahil jika suatu saat nanti gelombang panas ini akan menyerang belahan dunia yang lain, termasuk Indonesia. Maka, tindakan pencegahan dan inovasi untuk penanggulangan bencana alam akibat pemanasan global harus kerap digencarkan. Di akhir wawancara dengan Times Indonesia, Dr. Eko berpesan bahwa salah satu upaya menjaga bumi dari ketidakjelasan iklim ini dapat dimulai dari diri sendiri, misalnya menggunakan energi ramah lingkungan, mengelola sampah dengan baik, dan menanam pohon serta menjaganya dari tangan-tangan jahil.
Penulis: Diah Aldina Khairunnisa