Program studi Teknik Lingkungan di Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga (UNAIR) kembali mengundang dosen pengajar dari luar negeri sebagai upaya peningkatan kualitas akademik mahasiswa penempuhnya. Kali ini, kuliah tamu daring—yang juga bagian dari rangkaian Video Conferencing with Universitas Airlangga (DECOTA)—dibawakan oleh Prof. Ruey An Doong dari National Tsing Hua University, Taiwan. Kegiatan yang diadakan pada hari Kamis (25/11) itu fokus memberikan pengenalan terhadap wastewater treatment beserta pengembangan teknologi terbarunya.
Kepala program studi Teknik Lingkungan, Dr. Eko Prasetyo Kuncoro, S.T., DEA., turut hadir dan menyambut Prof. Ruey An Doong pada perkuliahan tersebut. Pada pemaparan materi oleh Prof. Ruey An Doong, beliau menekankan terkait permasalahan yang melanda keseluruhan wilayah di bumi kita, yaitu krisis air bersih. Menurutnya, pada tahun 2050, satu dari empat orang akan hidup di negara yang mengalami kelangkaan air tawar kronis. Fakta-fakta mengerikan ini menjadi motivasi ilmuwan-ilmuwan di bidang lingkungan untuk menciptakan teknologi inovatif terbaru dalam pengolahan air limbah menjadi air bersih yang dapat digunakan kembali.
“Water is number two on humanity’s top 10 problems for the next 50 years,” jelasnya—menekankan bahwa permasalahan terkait air ini sangatlah serius. Hal ini diperparah dengan kesediaan air bagi manusia, yang hanya mencapai 0,01% dari keseluruhan air di muka bumi. Beliau kemudian menjelaskan prinsip pengolahan air limbah tradisional yang masih sering digunakan di negara berkembang, yaitu pengolahan primer dengan screen, grit chamber, yang dilanjutkan pada pengolahan sekunder, dan akhirnya pengolahan tersier. Pengolahan air limbah seperti ini biasanya menghasilkan produk berupa activated sludge.
Meskipun prinsip pengolahan air limbah tradisional telah sering dijumpai dan nampaknya berfungsi sesuai tujuan utamanya—mengolah air limbah—perlu dicatat bahwa terdapat hal-hal kurang efektif di dalamnya. Prof. Ruey An Doong menyebutkan bahwa ada ‘bottleneck’ dari prinsip pengolahan air limbah tersebut, di antaranya adalah kebutuhan energi yang sangat masif, produk sampingan yang terkadang berlebihan, keterbatasan efisiensi penyisihan bahan kimia beracun, dan sifat air hasil olahan yang masih susah untuk digunakan kembali (recycle).
Maka, sebagai upaya untuk mengenalkan dan menerapkan konsep keberlanjutan (sustainability), Prof. Ruey An Doong menjelaskan terkait tren terbaru dalam teknologi untuk mengolah air limbah. Teknologi tersebut di antaranya adalah annamox technology, energy-saving technology, Water-Energy Nexus & Energy-Water Nexus, membrane technology, dan capacitive deionization (CDI). Sebagai negara berkembang, Indonesia masih perlu belajar dari negara-negara lain dalam hal pengembangan teknologi pengolahan, salah satunya Taiwan—negara asal Prof. Ruey An Doong—yang telah mengimplementasikan beberapa teknologi tersebut.
Menurut pemaparan beliau, teknologi yang paling memungkinkan untuk diterapkan di berbagai negara ASEAN adalah CDI yang dibantu oleh prinsip circular economy. Sampah dan limbah yang dihasilkan dari kegiatan agrikultur dapat diolah menjadi sumber energi untuk pengolahan berbasis CDI tersebut. Dengan proses pemakaian kembali (reuse) dan pengolahan (recycle) ini, tentu menjadi win win solution bagi proses pengolahan limbah dan kegiatan agrikultur penghasil limbah tersebut. Selain teknologi CDI, masih banyak teknologi lain yang dapat diterapkan untuk pengolahan limbah yang efisien dan terjangkau, dan lulusan teknik lingkungan diharapkan dapat berkecimpung di dalam bidang ini.
Pada akhir sesi pemaparan, Prof. Ruey An Doong menyimpulkan tren teknologi terbaru dalam pengolahan air limbah baru-baru ini serta mendorong mahasiswa Teknik Lingkungan UNAIR untuk terus berinovasi demi masa depan yang berkelanjutan. Setelah sesi pemaparan yang dilanjut dengan sesi tanya jawab, kuliah tamu ini resmi diakhiri.
Penulis: Diah Aldina Khairunnisa